DAPATKAH KAU RASA

apa yang ku tulis adalah rasaku
yang ku tuang dengan segenap hatiku
jangan kau baca dengan mata
namun bacalah dengan jiwa
aku berharap engkau mengerti rasaku

pergilah bila kau ingin...


Senin, 05 Oktober 2009

sepenggal kisah


Pagi berkabut.Kokok ayam jantan saling bersahutan.Di sebuah dusun yang masih begitu terbelakang, hidup sebuah keluarga besar yang terlihat cukup bahagia.Tiada seorangpun yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi di dalam rumah itu.Ternyata banyak hal yang sesungguhnya sangat menyakitkan disana.

Seorang ayah dengan seorang istri yang cantik dan sangat lembut.Seorang istri yang sangat mencintai suami dan keluarganya.Mereka telah dikarunia 7 orang anak.Yaitu 3 orang putra dan 4 orang putri.Hal yang mampu ku ingat adalah; Seorang ayah yang bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Dia bekerja di kota yang sangat jauh dari dusun itu.Oleh sebab itu sang suami hanya pulang 1 minggu sekali pada hari jum’at sore atau sabtu sore.dan harus kembali ke kota pada jam 3 dini hari pada hari seninnya.Sementara sang istri harus berjuang seorang diri mengurus rumah tangga dengan 7 orang anak tanpa seorang pembantupun.

Suatu hari pernah ku dengar sebuah gossip bahwa pasangan suami istri tersebut kawin lari.Orang tua dari gadis cantik itu tak mengijinkan anaknya menikah dengan seorang laki-laki pemain wayang orang yang miskin dan punya banyak saudara.Karena gadis cantik itu adalah anak tunggal dari sebuah keluarga kaya.Selain itu si lelaki terkenal suka main perempuan dan berjudi.Namun ternyata cinta sang gadis tak dapat dihalangi.Sehingga mereka terpaksa kawin lari.Begitulah kurang lebih awal mula terciptanya keluarga besar itu.

Diantara 7 orang anak mereka, Ada satu orang anak perempuan mereka yang sangat rentan.Yaitu anak kelima mereka.Anak ini sangat sensitif dalam segala hal.Baik fisik maupun mentalnya.Sangat mudah sakit, sangat mudah tersinggung, dia tidak pernah menangis layaknya anak-anak sebayanya.Bila ada yang menyakitinya, dia hanya meneteskan air mata tanpa suara.bahkan tanpa isak tangis.Mungkin karena sebab itulah maka gadis cilik itu menjadi anak kesayangan dikeluarga itu.

Setiap sore diakhir minggu, gadis kecil itu telah berdandan rapi menunggu papanya pulang. Dia berdiri di ujung jalan desa sambil matanya menatap ke kejauhan.Begitu tampak sosok papanya di kejauhan, dia berlari menyongsong sambil membentangkan kedua tangannya.Sang papa juga membentangkan kedua tangannya sambil tertawa.Setelah berpelukan sang papa lantas memanggul gadis mungil itu di bahunya.Mereka tertawa lepas penuh dengan kebahagiaan.Sesampainya mereka di rumah, sang mama pasti akan tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“ Dik, papa kan cape. “ ucapnya lembut.
Gadis kecil itu pasti langsung memberengut, dan sang papa akan segera mengacak-acak rambut si gadis kecil.Setelah itu mereka lantas akan tertawa bersama-sama.
Saudara-saudara gadis kecil itu akan mencibir dan berteriak
“ Hu……..dasar anak manja ! jangan dikolokin dong ma, pa !!!”
“ Engkau bagaikan seorang putri….selalu di manja dan disayangi…!!!”
salah seorang dari mereka bersenandung mengolok-olok.”
“ bagaimana kalau mulai hari ini kita panggil putri aja…?”
saudara yang lain ikut mengolok-olok.

Lalu mereka akan serentak mengejar gadis kecil itu untuk di gelitikin.Suasana menjadi sangat ramai dikeluarga besar itu.Sungguh keluarga yang sangat bahagia yang terlihat oleh orang-orang di sekitar tempat itu.

Ternyata hidup tak semulus keinginan hati.Semakin hari gossip-gosip buruk mulai tersebar diseluruh pelosok desa itu.
”Sang suami punya istri simpanan.”
Itu kabar yang sangat menghebohkan seluruh orang.
Tapi beberapa orang mencibir dan bergumam,
“ Bukankah dari dulu Herman tukang judi dan tukang main perempuan? Bodohnya Widya saja mau menikah dengan dia, sampai-sampai dibela-belain kawin lari.”

Mendengar berita-berita miring itu si gadis kecil mendekati mamanya dengan takut-takut.Matanya berkaca-kaca, bibirnya komat kamit seakan ingin mengatakan sesuatu.
“ Kenapa dik? Adik mau ngomong apa sama mama?”
tanya sang mama sambil tangannya meraih kepala mungil itu dengan penuh bijak.
” Ma, orang-orang bilang papa menikah lagi ya ma. Terus orang-orang juga bilang kalau May adalah anak pungut.”
Tanya gadis kecil itu dengan suara dan bibir bergetar.
” May, kamu harus percaya sama mama dan papa.Seandainya memang betul papa menikah lagi, dan kamu adalah anak pungut kami, apakah kamu akan pergi meninggalkan kami May? Apakah kasih sayang mama, papa dan saudara-saudara kamu masih belum cukup untuk menjadikanmu bagian dari keluarga ini?
Gadis kecil yang ternyata bernama May itu terisak. Ini adalah saat pertama kali dia mampu terisak.May menubruk tubuh mamanya.Memeluknya erat-erat seakan tak kan pernah melepaskannya lagi.

Hari demi hari berlalu tanpa pertanyaan itu lagi.Rutinitas berjalan seperti biasa.May selalu mendengarkan cerita papanya setiap malam minggu sebelum tidur.May juga tak pernah mau tidur sebelum papanya mendendangkan sebuah lagu untuknya.Lagu-lagu daerah yang merdu mendayu mengantarkan tidur May dalam sebuah senyuman.Kadangkala sang papa juga meniupkan seruling bambu untuk May.Dan May sangat menyukai itu.May juga menyukai semua cerita-cerita papanya.Cerita tentang Seekor Belalang yang sangat pelit, cerita tentang Seorang Anak Tiri yang disia-siakan oleh ibu tirinya, cerita Tentang ayam jago yang berkokok setiap pagi, bahkan cerita tentang asal-usul semua binatang.

Hari demi hari berjalan seperti biasa.Tidak ada sesuatu yang istimewa.Keluarga itu melakukan aktifitas tanpa terlihat ada sesuatu masalah apapun juga.

Di suatu malam minggu, tiba-tiba datang beberapa pemuda berduyun-duyun menggotong seseorang.Mereka berteriak-teriak memanggil mamanya May.
“Mama May! Budy kecelakaan!
Mamanya May sangat terkejut.
“Kenapa Budy?”
Teriaknya histeris.
“Budy cidera parah saat bermain bola!”
Semua orang panik.Budy masih belum juga sadar.
Papanya May sedang tidak ada dirumah.
Semua tetangga bertanya pada mamanya May tentang keberadaan papanya May.
“Papanya May sedang bermain judi.”
Jawab mamanya May lirih.

Beberapa orang telah berusaha membujuk papa May untuk pulang.Tapi papanya May tidak bergeming.Dia terus melanjutkan permainan judinya seolah-olah tak perduli dengan kondisi anaknya.Sementara kondisi Budy belum juga siuman dan wajahnya semakin pucat.Mamanya May hanya bisa menangis tanpa daya.Beberapa saudara May juga berusaha membujuk papanya May untuk pulang.Namun papanya May tetap tak beranjak dari arena perjudiannya.Melihat kepedihan dimata mamanya, May berlari ketengah kegelapan malam.Semua orang berteriak memanggilnya.Mereka berusaha mengejar May.Tapi May berlari dan terus berlari.Dia tak memperdulikan kerikil-kerikil tajam yang melukai kakinya yang tanpa alas kaki.

Setelah beberapa saat berlari, May sampai di arena perjudian tempat papanya bermain judi.Dia berdiri dengan nafas tersengal-sengal.Tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya, dia menatap tajam mata papanya.Melihat kehadirannya putrinya, sipapa akhirnya bangkit juga dari tempat duduknya.Melihat papanya bangkit, May berlari pulang.Tiada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya.Sesampainya dirumah May langsung duduk dipinggir tempat tidur Budy.May memandangi wajah Budy yang nampak pucat.Tangan May bergerak menyentuh jari jemari Budy.May menggenggam tangan Budy erat-erat.Semua orang hanya memandang May tanpa berani berkata-kata.Mamanya May mendekati May dan merengkuh kepala mungil itu.Mencium keningnya dengan derai airmata yang semakin deras.

Tak lama kemudian papanya May pulang.Dia sedikit terhenyak menyaksikan pemandangan di depan matanya.Tetapi dia berusaha mengendalikan perasaannya.Dia mengangkat tubuh Budy tanpa berkata apa-apa.Menggendongnya menuju kegelapan malam.Beberapa orang menawarkan untuk membantu.Tapi Dia tak bergeming.Dia berjalan menuju rumah tabib yang sangat jauh dari rumahnya.Seluruh keluarganya mengikutinya dari belakang.Beberapa orang tetangga ikut serta.

Budy telah sembuh.Dan aktifitas di rumah itu telah berjalan seperti sedia kala.Namun ada luka yang sangat dalam menoreh di lubuk hati May.Bergejolak dalam hati May bahwa dia memiliki Mama yang begitu cantik, baik, begitu menyayangi papanya, juga semua anak-anak mama.Tapi kenapa papa tega berbuat seperti itu pada mama?Papa punya istri simpanan, suka berjudi, dan seakan tak pernah perduli pada mamanya.May begitu marah pada mamanya.Kenapa mamanya selalu membela papanya? Setelah apa yang diperbuat papanya pada mamanya.Mama tak pernah marah ataupun menegur papa.May berpikir, alangkah jahatnya seorang laki-laki.Dan sejak kejadian itu, May tak pernah lagi menunggu sang papa di ujung jalan desa.

Sore itu seperti sabtu sore sebelum dan sebelumnya.Semua hal terjadi seperti biasanya.Namun malam itu tiba-tiba sang papa bercerita pada May tentang kakek dan nenek May.Tentang masa-masa kecil sang papa, tentang kenakalan-kenakalan sang papa, juga tentang bagaimana sang papa kalau marah pura-pura mati dan baru bangun kalau dimasakin telur ceplok.May tertawa ceria mentertawakan ulah papanya.Tak lupa sang papa mengajak May bermain film bayangan.Mereka membuat bentuk-bentuk binatang dengan tangan dan kaki mereka melalui bayangan dari lampu teplok yang terpantul di dinding.May seakan melupakan kebencian pada papanya.

Sang papa terdiam sejenak diantara tawa.Lalu dia berkata pada May.
“Waktu kakek dan nenek kamu meninggal, papa dan semua saudara papa tidak ada yang menangis.“
“Takut dosa ya pa? Kan dalam agama kita dilarang menangisi orang yang sudah meninggal kan pa?”
Celoteh May.
”Iya sayang.Lagi pula kalau kita meninggal, dan orang yang kita tinggalkan terus bersedih dan menangis, orang yang meninggal tidak akan tenang di atas sana.”
Ujar sang papa sambil mencium kening May.
May terdiam.Dia menatap mata papanya tajam-tajam.
”May berjanji pa.Kalau ada ang ota keluarga kita yang meninggal, May tak akan menangis.”
Kata May dengan mimik serius dan penuh dengan keyakinan.
”Masa sih anak papa yang cengeng ini bisa berbuat begitu?”
Goda sang papa sambil mencubit hidung May.
”May janji pa !!”
Rengek May.
”Itu baru anak papa. Anak papa tidak boleh cengeng ya.”
Kata sang papa sambil memeluk May erat-erat.

Satu minggu telah berlalu sejak percakapan itu.
Minggu tgl 09 Maret 1986.Mama May dan Papa May sedang memetik buah kedondong untuk dijual kepasar besok pagi.
“ Jangan banyak-banyak pa.Besok mama ga kuat gendongnya.”
Ucap mamanya May.
“Besok papa anterin ma.”
Jawab papanya May.
“Kan besok papa harus berangkat ke kota pagi-pagi pa?”
Tanya mama May dengan penuh rasa heran.
“Kita lihat besok sajalah ma.”
Jawab papanya May sambil lalu.

“Bangun pa.Sudah waktunya berangkat ke kota.”
Suara mamanya May terdengar samar-samar di pagi buta.
“Aku ga mau berangkat kerja ma.”
Jawab papa May sambil menggeliat.
“Papa sakit?”
Mamanya May bertanya dengan suara cemas.
“Ga.Cuma lagi malas.”
Setelah percakapan itu mereka kembali memejamkan mata.

Subuh datang.Seluruh keluarga beraktifitas.Papa dan mama May pergi kepasar.Anak-anak mereka pergi sekolah.Kecuali Wiwit.Anak ke empat dari keluarga itu masuk sekolah siang.

Tok-tok-tok.Terdengar suara ketukan dipintu ruang kelas May.Ibu guru May melangkah mendekati pintu kelas.Setelah pintu dibuka, ternyata bapak kepala sekolah.
“Bu, mau minta ijin.May dijemput pulang oleh saudaranya.Papanya sakit.”
Ujar bapak kepala sekolah.
Mendengar itu, May serasa disambar petir.Sesuatu pasti terjadi.Bisik batin May.Keluarga May sangat keras.Tak mungkin hanya karena papanya sakit, May dijemput pulang.May mengemasi tas dan buku-bukunya.Pikirannya kalut.Begitu keluar dari kelas, May berlari pulang sekencang-kencangnya.Dan ternyata dugaan May benar.Rumah May telah penuh orang yang menangis meraung-raung.Beberapa kerabat berlari kearah May dan memeluk May erat-erat.May menjatuhkan tasnya.

“Papamu May.”
Isak salah seorang kerabat May.
May belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi.May melangkah perlahan-lahan dengan mata nanar melihat sekeliling.Semua orang menjerit, menangis, dan terisak.Disudut ruangan May melihat mba Wiwit sedang histeris.Dia memukul-mukul kepalanya dengan tangan.Menjambak rambutnya keras-keras.Lalu membenturkan kepalanya ke Tiang kayu penyangga rumah.

Begitu melihat May datang, mba Wiwit berlari kearah May.Dia menubruk tubuh mungil May, hingga May surut beberapa langkah kebelakang.
“May, papa meninggal!!!”
Lengkingan suara mba Wiwit bagai halilintar yang menghantam gendang telinga May.Lutut May lemas seketika.

Orang-orang yang histeris berkerumun ditengah ruangan tiba-tiba menyingkir begitu mendengar teriakan mba Wiwit.Dan seketika May melihat sosok yang terbujur diatas dipan tertutup kain panjang.Jantung May seakan terlepas dari tempatnya.Bumi tempat May berpijak seolah-olah berguncang.May limbung.Tangannya mengepal kuat-kuat.

Perlahan May berjalan menghampiri sosok yang terbujur itu.Seorang kerabat menyingkap kain penutupnya.May terhenyak.Lututnya tak lagi mampu menahan berat tubuhnya yang sesungguhnya sangat mungil itu.May terduduk.Seakan ada yang melayang dari tubuhnya.Dilihatnya wajah sang papa yang tersenyum pucat.Kedua lubang hidungnya disumbat dengan kapas.Matanya tertutup rapat.Dan kepalanya diikat dengan sehelai selendang batik berwarna hijau.Dada May sesak.May ingin menangis.Tapi tiba-tiba seakan terngiang ditelinga May, janji May pada papanya.

Tujuh hari telah berlalu sejak kepergian papanya May.Kepedihan menyelimuti keluarga besar itu.Mamanya May terus menangis dan jatuh pingsan.Sampai hari ketujuh mama May masih belum mampu menengok makam suaminya.Setiap kali baru tersadar dari pingsannya, mama May kembali menjerit dan jatuh pingsan.Tak sebutir nasipun yang bisa mengisi lambungnya.Mama May bagaikan mayat hidup.

May hanya mampu menatap perih pada sosok sang mama.Inikah yang dinamakan cinta?Batin May bertanya-tanya.Luka yang ditorehkan papa selama ini ternyata tak mampu mengoyak kebesaran cinta mama.
” Mama, sanggupkah aku seperti dirimu yang begitu agung?”
Bisik May lirih.

Tahun demi tahun terus berjalan.May menjalani hidupnya dengan kemurungan.Kakaknya satu demi satu harus pergi ke kota meninggalkan keluarga.Mereka dengan sangat terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya.Keluarga besar itu seolah-olah telah mati.Jiwa mereka seakan ikut pergi dengan tiang keluarga mereka.Mama May merenung setiap hari.May pun seringkali enggan untuk pulang.

Diantara kemurungannya, May tetap tak ingin mengecewakan orang tuanya.May selalu berprestasi di sekolah maupun di lingkungannya.May selalu mengikuti berbagai macam lomba dan kegiatan baik di sekolah maupun dilingkungan masyarakatnya.May ingin mengisi seluruh hari-harinya dengan kesibukan.May tak ingin diam termenung.

Namun seringkali May menangis di kamarnya saat malam menjelang.Dia selalu berandai-andai.May merasa sendirian.Mamanya terlalu larut dalam kesedihannya.May merasakan betapa beratnya hidup ini.May lelah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar