DAPATKAH KAU RASA

apa yang ku tulis adalah rasaku
yang ku tuang dengan segenap hatiku
jangan kau baca dengan mata
namun bacalah dengan jiwa
aku berharap engkau mengerti rasaku

pergilah bila kau ingin...


Kamis, 08 Oktober 2009

Bintang dan Matahari


Dengan tergesa Ratih menyambar tas sekolahnya dan berlari ke teras. Ratih tidak ingin terlambat ke sekolah. Karena hari ini adalah hari pertama Ratih masuk sekolah baru. Ratih tadinya sekolah di sebuah SLTA teladan di Jogja. Namun karena sesuatu dan lain hal, Ratih terpaksa pindah sekolah ke Jakarta.

Sesampainya di sekolah Ratih menemui bapak kepala sekolah. Ratih diantar masuk kelas oleh bapak kepala sekolah.
“ selamat pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan seorang teman baru pindahan dari Jogja. Namanya Ratih. Bapak harap kalian bisa bekerja sama dengan Ratih.”
Bapak guru mengenalkan Ratih pada seisi kelas.
“ Ratih, kamu boleh duduk di bangku kosong itu.” Ucap pak Guru pada Ratih, sambil menunjuk sebuah bangku kosong.
“ Baik pak.” Jawab Ratih sambil berjalan menuju bangku kosong yang ditunjuk oleh pak guru.
“ Hai, saya Bayu.” Sapa cowok yang duduk di sebelah bangku kosong tersebut sambil mengulurkan tangan dan tersenyum pada Ratih.
“ Hai, saya Ratih.” Balas Ratih sambil mengulurkan tangan pula.
Ratih mengakhiri hari pertamanya di sekolah dengan baik.

Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan berjalan dengan baik. Namun sesungguhnya ada sesuatu yang berusaha disembunyikan Ratih.
Siang itu Ratih berjalan pulang sekolah bersama Bayu menyusuri sepanjang jalan yang diteduhi oleh pohon-pohon mahoni. Sama seperti bulan-bulan dan hari-hari sebelumnya.
“ Ratih, sudah beberapa bulan kamu sekolah di sini. Sudah beberapa bulan juga kamu duduk sebangku sama aku. Tapi aku tak pernah tahu apa-apa tentang kamu. Kamu selalu menutup diri dan menghindari pembicaraan tentang diri kamu. Kenapa..? apa kamu ga percaya sama aku tih..? Tanya Bayu dengan tatap penuh tanda tanya.
Ratih tergagap. “ Bayu, maafkan aku. Bukan karena itu. Tapi aku memang agak sulit untuk bercerita. “ Jawab Ratih lirih.

Ratih pindah sekolah ke Jakarta memang bukan tanpa sebab. Ratih hampir diperkosa oleh kekasihnya. Cowok yang sangat dicintai dan dipercayainya selama ini, ternyata bukanlah cowok yang baik. Dan Ratih tak kuasa untuk terus bertemu dengan cowok itu. Karena Ratih sangat kecewa.
Berbeda dengan Bayu. Bayu sangat santun dan begitu peduli dengan Ratih. Tapi Ratih tahu. Bayu telah memiliki seorang kekasih.

Beberapa bulan bersama Bayu setiap saat mulai mengobati rasa sakit Ratih. Canda tawa Bayu, gurauan-gurauan Bayu, juga kepedulian Bayu telah sedikit menghapus kebencian Ratih pada cowok. Dan tanpa disadarinya, Ratih mulai jatuh cinta pada Bayu. Ratih sadar tak mungkin mengungkapkan rasa cintanya pada Bayu, atau untuk menunjukkannya pun tak mungkin. Ratih mengerti jurang yang memisahkan mereka. Bayu telah memiliki seorang kekasih. Dan antara Bayu dan Ratihpun berbeda agama. Menyadari semua itu, Ratih hanya mampu menuangkan rasa cintanya lewat puisi-puisi yang ditulis dan disimpannya sendiri.

Ratih berusaha menghapus rasa cintanya pada Bayu. Ratih ingin menjadi sahabat sejati Bayu. Tapi Ratih tak kuasa mengubur perasaan itu. Ratih sangat tersiksa dengan perasaannya. Setiap kali berdekatan dan bercanda dengan Bayu, ada bahagia yang mengalir di lubuk hati Ratih. Ratih merasakan satu kedamaian yang tak pernah dimengertinya. Suatu rasa yang belum pernah dirasakannya selama ini. Saat bersama kekasihnya dulu sekalipun.

Bel sekolah berdentang. Semua siswa bergegas mengemasi tas dan menghambur keluar kelas. Ratih terlihat belum bangkit dari tempat duduknya.
“ Ratih, ayo pulang..” terdengar suara Bayu membuyarkan lamunan Ratih.
“ eehhmm, kamu duluan aja deh .” Jawab Ratih lirih.
“ kenapa..? tanya Bayu heran.
“ sebentar lagi aku pulangnya.” Jawab Ratih sekenanya.
Bayu dapat merasakan kegalauan hati Ratih. Di genggamnya jemari Ratih sambil tersenyum.
“ kita ngobrol di taman belakang aja ya.” Ajaknya sembari menggandeng tangan Ratih tanpa menunggu jawaban dari Ratih.

Sesampainya di taman belakang, mereka hanya duduk saling pandang tanpa sepatah kata.
“ ayo cerita, ada apa sebenarnya..?” tanya Bayu memecah kebisuan mereka.
“ ga ada apa-apa kok.” Jawab Ratih sambil tersenyum.
“ Ratih, kenapa kamu begitu tertutup..? ga bagus lagi..cobalah untuk berbagi dengan orang lain.” Ucap Bayu perlahan sambil kembali menggenggam jemari Ratih. Jantung Ratih serasa berhenti berdetak. Ada kegalauan yang tak bisa dimengertinya.
Ratih mengeluarkan kertas gambar dan mulai mencoret-coret untuk menghilangkan keresahannya. Bayu memperhatikan kertas gambar Ratih.
“ hhhhhmmm…Ratih, kok aneh…masa gambar bintang dan matahari..? emang bisa ada bintang sekaligus ada matahari..? tanya Bayu dengan gurauan. Ratih hanya tertawa menanggapi celetuk Bayu.

Selesai mengerjakan tugas sekolah, Ratih duduk merenung di bangku kayu di teras rumahnya. Kebetulan malam sangat cerah. Penuh dengan bintang bertaburan. Walau bulan hanya nampak separo.
“ Bintang…engkau hadir menerangi gelap malamku. Namun engkau terlalu tinggi untuk mampu kusentuh.” Gumam Ratih sambil menengadah ke langit. Tangannya terulur seakan ingin menjangkau bintang diatas sana. Bibirnya tersenyum. Setelah akhirnya senyum menghilang dari balik bibirnya. Ratih memejamkan mata. Dan malam ini Ratih tertidur di teras.

Rasa dingin terasa merambati tubuh Ratih. Ratih menggeliat. Terkejut mendapati dirinya tertidur di bangku kayu. Ratih menghela nafas panjang dan memandang ke langit. Semburat keemasan mulai merona diufuk timur. Ratih memandang bintang yang warnanya mulai memudar. Ratih terus memperhatikan bintang itu. Hingga akhirnya mentari menampakkan senyumnya. Dan sang bintang menghilang terbias oleh sinar mentari.
“ Bayu, memang bintang dan matahari tak kan mungkin bisa berdampingan. “ Gumam Ratih dengan hati yang sangat pedih.

Bayu bersiul-siul memasuki ruang kelas. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Bayu mengernyitkan kening.
“ Ga biasanya Ratih jam segini belum datang..” gumamnya.
Bayu meneruskan langkah menuju meja. Menghenyakkan pantat di kursi dan melempar tas kedalam laci. Tapi Bayu merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam lacinya. Bayu kembali menarik tasnya dari dalam laci. Tanpa sengaja terjatuh gulungan kertas. Bayu memungut dan membukanya. Bayu terkejut. Lukisan bintang dan matahari milik Ratih. Tangan Bayu mulai gemetar. Perasaannya tidak menentu. Bayu meraba ke dalam lacinya dan tangannya menemukan sebuah buku. Bayu dengan cepat membuka buku itu. Bayu berlari ke taman belakang sekolahnya. Bayu mulai membaca buku yang ternyata berisi puisi-puisi tulisan Ratih. Bayu menghela nafas. Menutup buku dan memasukkan ke dalam tasnya. Bayu berlari meninggalkan sekolah menuju rumah Ratih.

Bayu menekan bel rumah Ratih. Seorang pembantu rumah tangga muncul.
“ eh, mas Bayu…ada apa mas..?” tanyanya.
“ Ratih ada bi…? Tanya Bayu dengan tergesa.
“ loh, bukannya mbak Ratih pergi mas..? emang ga bilang sama mas Bayu..? tanyanya penuh dengan keheranan.
“ pergi kemana bi…? Tanya Bayu panik.
Tiba-tiba dari dalam rumah muncul seorang wanita separuh baya.
“ Pagi Bayu…” sapa wanita yang ternyata mamanya Ratih.
“ Pagi tante… Ratih kemana tante..?” Bayu tak dapat menyembunyikan kekhawatirannya.
“ Ratih berpesan untuk tidak memberitahukan kemana dia pergi. Tapi dia meninggalkan ini untuk kamu Bayu…” jawab mamanya Ratih dengan suara lirih dan wajah tertunduk. Kepiluan begitu jelas terlukis di matanya.
“ terimakasih tante..permisi…” pamit Bayu sambil menerima surat dari Ratih.

Bayu berlalu meninggalkan rumah Ratih menuju taman yang terletak di tengah kota. Bayu mulai membaca surat dari Ratih. Airmatanya tak dapat di bendungnya. Ratih pergi membawa cintanya pada Bayu. Dan Bayu tak tahu Ratih pergi kemana.
“ Ratih…cinta tak harus memiliki. Apa kamu tahu kalau sebenarnya aku juga sangat mencintaimu..? tapi keadaan tak memungkinkan kita untuk bersatu. Aku sekarang mengerti makna dari lukisanmu. Itu adalah gambaran diri kita. Tapi kenapa kamu harus pergi..? kenapa tak kau biarkan aku hadir di setiap malammu, menerangi gelapnya hatimu, walau saat mentari terbit aku harus pergi dan menghilang. Bukankah besok malam aku akan kembali hadir untukmu Ratih…? Kenapa tak kita jalani hidup kita bagai aliran air…? Ratih…aku ingin engkau tetap di sini bersamaku. Saling mengerti hati dan cinta kita…walau kita tak mungkin bersatu. Tapi kita tetap bisa saling berbagi.” Rintih Bayu sambil melipat surat dari Ratih.

Bayu meninggalkan taman dan berjalan gontai tanpa tujuan. Bayu menyesal tak pernah mengungkapkan perasaannya pada Ratih.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar