DAPATKAH KAU RASA

apa yang ku tulis adalah rasaku
yang ku tuang dengan segenap hatiku
jangan kau baca dengan mata
namun bacalah dengan jiwa
aku berharap engkau mengerti rasaku

pergilah bila kau ingin...


Jumat, 23 Oktober 2009

akhir sebuah kisah


Mentari tersenyum malu-malu di ufuk timur. Semburatkan sinar keemasan memandikan bumi dengan kehangatannya. Burung-burung berkicauan riang. Saling bersahutan bercanda ria berlompatan dari ranting ke ranting. Gemericik air sungai yang menyentuh tepi-tepi bebatuan melantunkan kidung asmara pagi. Kilau embun di atas rerumputan yang menghampar hijau sepanjang tepian sungai bak permata yang tersebar di atas permadani. Bunga-bunga beraneka warna berayun menari bersama kupu-kupu biru yang berterbangan di sekelilingnya. Kesempurnaan alam yang tiada terkira.

Nita tersenyum menyaksikan keajaiban Tuhan yang terpampang di hadapannya. Dengan senyum tetap mengembang Nita melangkahkan kaki menyusuri tepian sungai. Langkah kakinya meninggalkan jejak di sepanjang rerumputan. Tiba-tiba langkah nita terhenti. Terdengar sayu-sayup suara petikan denting gitar. Sebuah lagu yang sangat menyentuh hati mengalun tanpa lirik. Iramanya mendayu menyayat hati. Nita melangkah perlahan mendekati asal suara petikan gitar itu. Tak jauh dari tepian sungai diujung sebelah utara, ada sebuah bangku kayu yang terletak di bawah pohon rindang. Seorang laki-laki dengan tampang kusut sedang memetik gitar dengan tatapan kosong. Walaupun tak bisa disembunyikan gurat-gurat ketampanan di wajahnya, namun garis-garis kepedihanpun tak mampu pula disembunyikannya.

Nita melangkahkan kaki dengan penuh keraguan. Mendekati bangku kayu itu. Namun Nita tak berani untuk menegur ataupun menatap laki-laki itu. Nita terus melangkah melewati laki-laki itu sambil menunduk dan tanpa sepatah katapun. Nita melangkah dengan sangat hati-hati. Beberapa langkah setelah ita melewati bangku itu, suara petikan gitar itu terhenti. Nita tetap meneruskan lngkahnya.
“ Hai…..” terdengar sebuah sapaan yang halus mengelus telinga Nita.
Nita menghentikan langkahnya dan membalikkan badan. Laki-laki itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Nita membalas anggukan itu. Keceriaan Nita tadi pagi sepertinya sirna sudah di telan irama denting gitar yang telah menusuk hatinya. Nita merasakan kepiluan yang tiada tara.

Laki-laki itu beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Nita. Nita masih mampu menangkap kegetiran dimata laki-laki itu. Walaupun laki-laki itu telah berusaha menyembunyikan dengan senyumannya.
“ Adit….” Ucap laki-laki itu memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangan.
“ Nita… “ Jawab nita sambil balas menjabat tangan Adit.
“ Kamu orang baru di sini…?” tanya Adit pada Nita.
“ Ya. Aku sedang berkunjung ke rumah family. Kebetulan jalan-jalan dan menemukan tempat yang sangat memukau ini.” Ucap Nita dengan mata berbinar. Nita tak mampu menyembunyikan kekagumannya pada tempat itu.
“ Ya. Tempat ini memang sangat indah. Namun juga sangat menyakitkan.” Ucap Adit sambil menghela nafas panjang dan mata menerawang.
Nita mengernyitkan kening mendengar desah Adit. Tapi Nita tak berani bertanya lebih banyak lagi. Adit kembali duduk di bangku kayu itu.
“ Nit, makasih ya. Dah mau nemenin aku ngobrol. “ ucap Adit pada Nita.
“ Ya. Sama-sama. Makasih juga ya, dah mau kenalan ma Nita.” Balas Nita.

Senja tiba malam menjelang. Entah apa gerangan yang membuat hati Nita terus memikirkan Adit. Goresan luka di mata Adit, pedihnya senyuman Adit, dan nestapa yang mengalun dari petikan gitar Adit telah mengoyak hati Nita. Nita teringat pada Iwan. Kekasihnya waktu SMA. Nita tahu. Adit pastilah masih sangat belia. Kemungkinan besar masih duduk di bangku SMU. Nita sedang berpikir apa yang sesungguhnya terjadi pada Adit. Nita tahu. Pasti tak jauh dari urusan percintaan.hhhmmm….itulah makanan ringan anak-anak remaja zaman sekarang.

Nita jadi teringat Iwan. Seorang kekasih yang tak kan pernah mampu dilupakannya. Nita menjalani masa pacaran dengan Iwan sejak kelas satu SMU. Bermula dari pertemuan di sebuah pentas musik keroncong. Iwan yang sangat piawai dalam memainkan semua jenis alat musik tertarik pada Nita. Satu-satunya penyanyi termuda di club keroncong itu. Dan Iwan sebenarnya hanyalah bintang tamu di club itu. Masa-masa manis terjalin dengan sangat indahnya. Kebetulan Nita seorang anak yatim. Begitu pula Iwan. Namun sifat mereka sangatlah jauh berbeda. Nita sangat manja. Sementara Iwan sangatlah dewasa sekali. Walaupun usia Nita dan Iwan hanya terpaut 2 tahun saja.

Waktu terus berjalan. Tahun demi tahun tak terasa 3 tahun sudah masa pacaran mereka. Tiba saatnya hari kelulusan. Iwan dan Nita merencanakan untuk melangsungkan pertunangan setelah kelulusan mereka. Itu karena orang tua Nita maupun Iwan sudah sangat setuju dengan hubungan mereka. Malah keluarga mereka sudah sangat dekat. Kebahagiaan makin membuncah di hati mereka. Tiada seharipun tanpa kebersamaan mereka. Tapi tak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi pada hidup ini. Kakak Nita menentang pertunangan mereka. Kakak Nita menginginkan Nita untuk ke Jakarta dan mengejar cita-citanya terlebih dahulu. Iwan dan Nita sebenarnya sudah sepakat untuk melangsungkan pertunangan setelah kelulusan, tapi akan menikah 5 tahun kemudian. Tapi kakak Nita tak mau menerima penjelasan mereka. Nita dipaksa pergi ke Jakarta tanpa boleh pamit pada Iwan.

Bertahun-tahun Nita dan Iwan hidup tersiksa. Nita selalu mengirim surat pada Iwan. Sesungguhnya Iwan pun selalu membalas surat Nita. Tapi kakak Nita tak pernah menyampaikan surat itu pada Nita. Nita dan Iwan sering berkomunikasi melalui telepati. sesuatu hal yang mungkin dianggap tidak mungkin bagi orang lain. Tapi karena keterikatan batin yang kuat diantara mereka, maka merekapun akhirnya tetap dapat berkomunikasi. Hingga di suatu senja Nita menerima sepucuk surat dari Iwan yang telah dibuka oleh kakak Nita. Isi surat itu sangat mengejutkan hati Nita. Iwan meminta Nita untuk melupakannya demi kebahagiaan Nita. Iwan tak ingin melihat Nita tersiksa karena cinta mereka. Nita menangis tersedu. Tak sepatah katapun dapat terucap.

Dengan tanpa pamit pada kakaknya, Nita pulang ke kampung halamannya berniat untuk menemui Iwan. Di dalam perjalanan Nita bertemu dengan bu Atun. Guru sekaligus temen Nita di club keroncong.
“ Nita..kok baru pulang sekarang..?” sapa bu Atun
“ Ada apa bu..?” tanya Nita terkejut.
“ Loh, Iwan menikahnya minggu kemaren. Kok kamu baru pulang sekarang..?”
Mendengar ucapan bu Tun, Nita bagai tersambar petir.
“ Bu…?” Nita tak sanggup berucap. Bu Tun menyadari kekeliruan ucapannya.
“ Nita, apa kamu ga dikasih kabar?” tanya bu Tun.
“ Tidak bu. Pantas saja saya ingin pulang dan ga bisa ditahan lagi.” Rintih Nita.
Sesampainya di rumah, Nita memeluk ibunya sambil menangis. Ibunya Nita hanya dapat memeluk Nita dan mengusap-usap punggung Nita dengan penuh kasih. Ibunya Nita sangat mengerti perasaan Nita.

Nita kembali ke Jakarta hari itu juga. Ibunya tak dapat mencegah kepulangannya. Nita menjalani hari-harinya dengan penuh penderitaan. Nita tak mampu menghapuskan kepedihan sekaligus rasa cintanya pada Iwan.

Tahun demi tahun terus berlalu. Nita tak ingin ada seorangpun yang menggantikan Iwan di hatinya. Hingga suatu pagi telphone di rumah Nita berdering.
“ Selamat pagi, bisa bicara dengan mba Nita..?” terdengar suara merdu di ujung telphone.
“ Ya, saya sendiri. Maaf dari mana ya?” sahut Nita dengan nada sedikit bingung.
“ Mba Nita, aku Asti. !!!“Jerit suara di ujung telphone.
“ Asti..!!” pekik Nita.
Asti adalah adik Iwan yang paling kecil. Asti sangat menyayangi Nita. Begitu pula sebaliknya. Kemanapun Nita pergi pasti mengajak Asti.
“ Mas Iwan mba…!!!” isak Asti seperti lolongan halilintar di telinga Asti.
“ Kenapa mas Iwan As..?” perasaan Nita menggelegak tak terbendung.
“ Mas Iwan meninggal karena kecelakaan seminggu yang lalu. Tapi Asti belum sanggup kasih kabar ke mba Nita.” Isak Asti makin keras.
Nita terhenyak. Tak sepatah katapun yang terucap. Nita terisak penuh kepedihan. Sementara Asti terus bercerita sambil menangis di ujung telphone. Iwan menikah ternyata hanya karena sebuah perjanjian. Gadis yang dinikahi Iwan divonis mandul. Dan Iwan menikah dengan gadis itu semata-mata hanya karena ingin membahagiakan Nita. Namun Iwan tak pernah menyangka kalau ternyata Nita tak sanggup untuk melupakan Iwan, dan hidup Nita justru semakin menderita. Iwan merasa sangat bersalah. Iwan tak mungkin menceraikan istrinya untuk kembali pada Nita. Sementara Iwan juga tak sanggup melihat penderitaan Nita.

Menurut cerita Asti, sehari sebelum Iwan meninggal karena kecelakaan, Iwan mengajak Asti berkeliling kota. Ke tempat-tempat dimana biasa Iwan dan Nita pergi berdua. Iwan bercerita pada Asti semua kenangan manis bersama Nita. Malam itu Iwan mengendarai sepeda motor untuk pergi pamitan ke rumah kakeknya. Iwan ingin menyusul Nita ke Jakarta. Tapi Tuhan berkehendak lain. Iwan meninggal dalam sebuah kecelakaan. Sampai detik ini Nita masih bertanya-tanya. Apakah Iwan meninggal murni karena kecelakaan, ataukah Iwan sengaja menabrakkan diri untuk mengakhiri hidupnya. Nita tahu Iwan sangat mencintainya. Seperti Nita juga begitu mencintai Iwan.

Pagi menjelang. Nita kembali berjalan menyusuri tepian sungai. Nita bermaksud berbagi cerita dengan Adit. Nita tak ingin melihat kepedihan di mata Adit lagi.

3 komentar:

  1. wah keren banget bagi dong...,,,,,...

    BalasHapus
  2. ka,klo boleh kirim dong karyanya ke alamat email aku.

    BalasHapus
  3. kan kmu bisa baca disini...hehehe..
    kalau banyak yang suka ma tulisa ka2, ka2 akan sering2 nulis dech....

    BalasHapus